KOTA, Jawa Pos Radar Madiun – Pemkot Madiun serius menyikapi wanprestasi rekanan penyedia laptop. Yakni, menempuh jalur hukum. Dalam waktu dekat gugatan perdata dilayangkan kepada rekanan PT Pins Indonesia. Anak perusahaan PT Telkom itu dinilai mengirim laptop tidak sesuai spesifikasi (spek) yang tercantum dalam kontrak.
Landasan formil terkait pengadaan barang dan jasa diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12/2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16/2018. Wali Kota Maidi minta bagian hukum dan tim penasihat hukum merumuskan gugatan itu. ‘’Kami berkerja sama dengan kejaksaan seksi perdata dan tata usaha negara (datun) akan mengajukan gugatan perdata atas kerugian yang dialami pemkot,’’ kata Maidi kemarin (4/1).
Wali kota menambahkan, pemkot telah mengambil langkah tegas dengan memutus kontrak tertanggal 31 Desember 2021. Sebenarnya upaya ini merupakan langkah akhir. Pun, temuan tim ahli dari Politeknik Negeri Madiun (PNM) telah diketahui saat pengiriman tahap pertama 1.000 unit laptop. Lantas pemkot memberi kesempatan rekanan untuk mengirimkan barang sesuai kontrak.
Konyolnya, PT Pins Indonesia tetap mengirim barang yang sama pada tahap kedua 3.880 unit laptop. Total 4.880 unit yang telah dikirim memiliki spek random acces memory (RAM) DDR3. Padahal, sesuai kontrak RAM DDR4. ‘’Seumpama DDR4-nya itu ada di 3.000 laptop yang dikirim tahap kedua, kami terima dan kami bayar yang sesuai spek,’’ ujarnya.
Namun, tenggat kontrak habis, PT Pins Indonesia menyia-nyiakan kesempatan. Sehingga, pemkot terpaksa menolak dan memutus kontrak, serta akan mengajukan gugatan perdata. ‘’Kami tunggu sampai waktu kontrak habis, tidak terpenuhi ya sudah. Sebenarnya sudah kami beri waktu, tidak salah kan?’’ tanya balik Maidi.
Maidi menilai pemkot juga mengalami kerugian waktu. Terutama para murid. Sebab, laptop itu seharusnya sudah didistribusikan kepada mereka akhir 2021 lalu. ‘’Ini kerugian, seharusnya sudah dapat digunakan untuk belajar siswa. Keputusan pengadilan nanti kita tunggu bersama,’’ tegasnya.
Maidi memastikan bahwa pemkot belum mencairkan uang sepeser pun untuk pengadaan laptop. Dia menyebut bahwa rekanan sempat mengajukan tawaran agar pemkot menurunkan nilai pembayaran. Sebab, harga barang yang dikirim lebih rendah dari kontrak. Terdapat selisih sekitar Rp 100 ribu per unit. Atau kumulatif nyaris Rp 0,5 miliar. ‘’Ini bukan beli kacang. Misal selisih minta dipotong, tidak bisa. Itu menyeleweng dari hukum karena tidak sesuai kontrak,’’ jelasnya. (kid/c1/sat/her)