MAGETAN, Jawa Pos Radar Madiun – Relokasi lingkungan industri kulit (LIK) jauh panggang dari api. Meski rencana sudah mengapung ke permukaan sejak 2019, hingga kini belum ada kepastian.
‘’Relokasi LIK itu salah satu program prioritas, tapi belum ada progres,’’ kata Rita Haryati, anggota Komisi B DPRD Magetan, Kamis (24/11).
Rita mafhum bahwa LIK merupakan milik Pemprov Jatim. Pun, menjadi ikon daerah sejak berdiri pada 1983. Namun di balik itu, ada produksi limbah dari 200 lebih pengusaha samak kulit.
Limbah terindikasi tidak terkontrol hingga berpotensi pencemaran lingkungan. ‘’Kondisi aerator IPAL (instalasi pengelolaan air limbah) tidak berfungsi optimal,’’ ungkapnya.
Rita mengungkapkan, relokasi amat diperlukan karena kawasan LIK di Desa Ringinagung, Kecamatan/Kabupaten Magetan, itu sudah over. Limbah hasil penyamakan kulit tak tertampung. Maka, perlu dipindah ke tempat baru agar tidak mencemari lingkungan sekitar. ‘’Butuh keseriusan dalam rencana relokasi LIK,’’ ujarnya.
Bupati Suprawoto dilema menyikapi masalah itu. Dia menuturkan, pemkab tidak mungkin menghentikan produksi tanpa dibarengi dengan relokasi. Sementara, lekuatan keuangan pemkab tidak mencukupi untuk membangun LIK baru.
Kendati, pemprov juga berencana membantu pembuatan IPAL. Pun, pemerintah pusat yang bakal mengalokasikan anggaran untuk peralatan samak kulik. ‘’Akan dicarikan investor, anggarannya cukup besar. Pemkab tidak mungkin mampu, toh itu (LIK, Red) bukan punya kabupaten,’’ ujar Kang Woto, sapaan bupati.
Hingga kini, belum ada kejelasan kapan LIK bakal direlokasi. Namun, kondisi seperti itu bukan berarti pemkab berpangku tangan terhadap berbagai dampak negatif. ‘’Kami berusaha melakukan pembinaan, karena yang terlibat di LIK juga warga kita,’’ pungkasnya. (hyo/den)