MEJAYAN – Seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) tentu bukanlah kabar baik bagi tenaga guru dan kesehatan honorer (K-2). Mereka yang usianya tak memenuhi syarat hanya bisa menatap miris kabar penerimaan abdi negara yang pentahapannya dimulai bulan ini.
Kerisauan itu disuarakan Nurokhim, politisi Fraksi Kebangkitan Bangsa. Dia meminta pemkab mendesak pemerintah pusat menerbitkan peraturan pemerintah (PP). Guna mengakomodasi kepentingan tenaga honorer K-2 yang tercecer. ‘’Melihat rata-rata usia yang sudah tidak muda menunjukkan betapa lamanya pengabdian mereka kepada negara,’’ tuturnya dalam pandangan umum fraksi terhadap RAPBD 2019, Senin (8/10).
Keberadaan guru tidak tetap (GTT) juga tak boleh dilupakan. Besarnya peran mereka sejauh ini masih diganjar honor yang bahkan lebih rendah dibandingkan upah minimum buruh pabrik. ‘’Praktiknya, GTT sangat membantu pekerjaan-pekerjaan berat. Bukan sebatas urusan mengajar, kebanyakan juga dibebani urusan administrasi sekolah,’’ ungkapnya.
Nasib pegawai tidak tetap (PTT) di dunia pendidikan tidak kalah merana. Usia GTT-PTT yang relatif lebih muda dianggap lebih mampu mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan dengan teknologi berbasis aplikasi. Termasuk guru PAUD, RA, TD, dan ustad TPQ. ‘’Beban kerja tidak sebanding dengan honor yang diterima setiap bulan,’’ tegas Nurokhim.
Sarwo Edi, politisi Fraksi PDI Perjuangan, mempertanyakan penurunan target pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 7 miliar lebih. Dari tahun lalu yang ditargetkan hingga Rp 200 miliar lebih, hanya direncanakan Rp 193 miliar di tahun depan. ‘’Mohon penjelasan atas selisih target pendapatan ini,’’ tuturnya.
Fraksi ini juga menyoroti belum maksimalnya penggarapan daerah wisata. Terutama di Gemarang, Kare, Wungu, dan Dagangan yang memiliki kekayaan alam cukup potensial. ‘’Satker terkait sebaiknya bekerja sama dengan masyarakat desa setempat. Semisal memaksimalkan peranan BUMDes,’’ imbaunya.
Slamet, politisi Fraksi Demokrat, menyoroti sulitnya proses perizinan yang digawangi dinas penanaman modal pelayanan terpadu dan perindustrian (DPMPTSP). Dipicu kurang paham dan tanggapnya aparat terhadap permasalahan perizinan. ‘’Pelayanan perizinan kurang profesional. Waktu penyelesaian masih lama dan tumpang tindih,’’ ujarnya.
Agar menarik investasi, fraksi ini menyarankan pembangunan Mall Pelayanan Publik dengan mengintegrasikan space pelayanan perizinan dengan pusat perbelanjaan. ‘’Juga, meningkatkan kapasitas dan profesionalisme aparat pelayanan perizinan,’’ tuturnya.
Mashudi, politisi Fraksi Karya Pembangunan Sejahtera, juga mempertanyakan penurunan target pendapatan pada tahun depan. Dia meminta potensi pendapatan di setiap OPD dikaji secara menyeluruh. ‘’Agar penentuan target penerimaan PAD benar-benar berasumsi pada potensi riil,’’ urainya.
Dia juga meminta seluruh perda yang berkaitan dengan pendapatan dikaji ulang. Sekaligus disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan terkini di masyarakat. Dia juga mempertanyakan optimalisasi program di bidang pertanian, kesehatan, dan infrastruktur. ‘’Ada berapa warga miskin yang belum mendapatkan akses kesehatan. Apa solusinya?’’ ucap Mashudi.
Leli Hardiarini, politisi Fraksi Gerindra, mengapresiasi kebijakan bupati dalam peningkatan kesehatan masyarakat sehingga masuk dalam RAPBD 2019. Seperti pelayanan kesehatan bagi warga miskin, perbaikan gizi masyarakat, pengembangan lingkungan sehat, dan pengadaan peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit. ‘’Apakah dari sisi infrastruktur dan SDM-nya sudah memenuhi syarat dan kebutuhan? Bagaimanakah kesiapan dinkes sejauh ini?’’ tekannya. (c1/fin)