MADIUN, Jawa Pos Radar Madiun – Tambahan jatah pupuk bersubsidi untuk Kabupaten Madiun bak buah simalakama. Satu sisi memunculkan rasa aman dari kekurangan. Di sisi lain, berpotensi mengurangi jatah tahun selanjutnya jika serapan tak maksimal. ‘’Kalau jatah pupuk bersubsidi per hektare tidak ditambah, tidak akan habis itu,’’ kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Madiun Suharno, Kamis (22/9).
Menurut dia, jatah pupuk bersubsidi kepada petani tidak ideal. Dia menyebutkan, per hektare lahan mendapat dua sampai tiga kuintal pupuk. Padahal, sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK), per hektare lima kuintal. Jumlah itu gabungan pupuk urea dan NPK. ‘’Misal per hektare diberi empat kuintal, serapan pupuk subsidi akan maksimal,’’ ujarnya.
Saat ini, dinas pertanian dan perikanan (disperta) setempat tengah menyusun surat keputusan (SK) terkait pengalokasian pupuk bersubsidi ke setiap kecamatan. Suharno menekankan, penambahan jatah per hektare itu tidak bisa ditawar. ‘’Kaitannya dengan serapan sampai akhir tahun. Kalau tidak 100 persen, alokasi tahun berikutnya bisa berkurang lagi,’’ tuturnya.
Ketidakidealan jatah dengan kebutuhan juga bakal berdampak pada hasil panen. Suharno menyampaikan, produksi padi tidak maksimal lantaran kekurangan pupuk. Ibarat manusia kekurangan gizi, sehingga tidak tumbuh optimal dan gampang kena penyakit. ‘’Kondisi saat ini serbarepot. Harga pupuk nonsubsidi terlalu mahal bagi petani. Distributor tidak berani ambil banyak, takut tidak laku,’’ ungkapnya.
Diketahui, Kabupaten Madiun mendapat tambahan belasan ribu ton pupuk subsidi. Namun, alokasi reguler ternyata belum terserap 100 persen. Catatan disperta setempat, masih ada sisa sekitar 15 persen. Urea, terdapat 3.500 ton dari total alokasi reguler 23.348 ton. Sementara, NPK masih 1.600 ton dari alokasi 17.706 ton. (den/c1/sat)