MEJAYAN, Jawa Pos Radar Madiun – Instruksi Presiden (Inpres) 1/2022 yang mengatur kewajiban menjadi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) sebagai syarat mengurus sejumlah layanan memunculkan pro-kontra di masyarakat. Ada yang keberatan lantaran tidak mampu membayar iuran rutin setiap bulannya.
Namun, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Madiun Henri Army Iriawan menekankan bahwa masyarakat kurang mampu tidak perlu khawatir. Sebab, inpres tersebut menyasar golongan masyarakat menengah ke atas.
Tujuannya agar golongan ini berkontribusi membantu masyarakat kurang mampu. Yakni, melalui kepesertaan program BPJS Kesehatan. Harapannya, pola hidup gotong royong dapat berjalan. ‘’Peserta JKN ditargetkan naik 98 persen pada 2024 nanti,’’ ujar Army via telepon, Sabtu (26/2).
Menurut dia, program terbaru ini sebenarnya regulasi dari beberapa peraturan terdahulu. Di antaranya, UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), Perpres 6/2018, dan Perpres 82/2018. Namun, faktanya belum dapat diterapkan karena beberapa pertimbangan situasi dan kondisi saat ini. ‘’Sebenarnya hanya penegasan dari aturan terdahulu yang belum diterapkan,’’ ungkapnya.
Saat ini belum ada peningkatan signifikan pemohon kepesertaan BPJS Kesehatan pasca terbitnya inpres tersebut. Pihaknya berharap masyarakat yang mampu dapat melaksanakan kebijakan pemerintah itu. ‘’Yang sehat membantu yang sakit,’’ tuturnya.
Sedangkan untuk masyarakat kurang mampu dapat mengajukan keringanan. Caranya, mendaftar ke dinas sosial (dinsos) di daerah masing-masing. Selanjutnya dinsos akan menyurvei kondisi pemohon untuk memastikan kelayakan mendapat keringanan dari pemerintah daerah maupun pusat melalui Kementerian Sosial.
Diketahui, kepesertaan JKN menjadi syarat wajib pelayanan di kepolisian, jual-beli tanah, hingga ibadah umrah maupun haji. ‘’Kami mempermudah pengurusan kepesertaan JKN, bukan mempersulit,’’ tegas Army. (tr2/c1/sat/her)