22.3 C
Madiun
Sunday, June 11, 2023

Budayawan: Permainan Khas Ramadan Bergeser ke Tindak Kekerasan

MADIUN, Jawa Pos Radar Madiun – Budayawan di Kabupaten Madiun mengelus dada terkait fenomena perang sarung yang meresahkan warga pada Ramadan ini. Seperti yang terjadi di Desa/Kecamatan Wonoasri beberapa hari lalu. ‘’Itu sebenarnya permainan yang cuma ada saat bulan puasa. Tapi sayang, sekarang malah mengarah ke kekerasan,’’ kata Sugina, salah seorang pemerhati budaya setempat, kemarin (30/3).

Menurut dia, dulu tidak ada perang sarung. Adanya, permainan sarung. Anak-anak kerap memainkan salah satu jenis busana khas Indonesia untuk salat itu usai tarawih. ‘’Sebatas main untuk kesenangan, tanpa kekerasan. Biasanya ditambah dengan menutupi wajah, pakai sarung juga, seperti ninja,’’ ujarnya.

Kini, esensi permainan sarung khas Ramadan telah bergeser. Pemanfaatan permaian cenderung mengarah ke tawuran. Bukan lagi kesenangan yang didapat, tapi malah memunculkan korban. Baik luka fisik maupun benda. ‘’Video-video seperti itu (tawuran, Red.) sangat mudah diakses dan tertancap di pikiran generasi sekarang. Sehingga, permainan sarung tidak seperti dulu lagi,’’ sesal Sugina.

Baca Juga :  Perang Sarung, Seorang Terluka, Tiga Tersangka Ditahan 

Dia menilai, pergeseran permainan sarung patut diluruskan. Pemerintah setempat perlu ambil sikap. Misalnya, lanjut dia, menelusuri sisik-melik permainan sarung sebagai suatu warisan budaya. ‘’Permainan sarung itu permainan rakyat,’’ jelasnya. (den/sat)

MADIUN, Jawa Pos Radar Madiun – Budayawan di Kabupaten Madiun mengelus dada terkait fenomena perang sarung yang meresahkan warga pada Ramadan ini. Seperti yang terjadi di Desa/Kecamatan Wonoasri beberapa hari lalu. ‘’Itu sebenarnya permainan yang cuma ada saat bulan puasa. Tapi sayang, sekarang malah mengarah ke kekerasan,’’ kata Sugina, salah seorang pemerhati budaya setempat, kemarin (30/3).

Menurut dia, dulu tidak ada perang sarung. Adanya, permainan sarung. Anak-anak kerap memainkan salah satu jenis busana khas Indonesia untuk salat itu usai tarawih. ‘’Sebatas main untuk kesenangan, tanpa kekerasan. Biasanya ditambah dengan menutupi wajah, pakai sarung juga, seperti ninja,’’ ujarnya.

Kini, esensi permainan sarung khas Ramadan telah bergeser. Pemanfaatan permaian cenderung mengarah ke tawuran. Bukan lagi kesenangan yang didapat, tapi malah memunculkan korban. Baik luka fisik maupun benda. ‘’Video-video seperti itu (tawuran, Red.) sangat mudah diakses dan tertancap di pikiran generasi sekarang. Sehingga, permainan sarung tidak seperti dulu lagi,’’ sesal Sugina.

Baca Juga :  Bawaslu Kabupaten Madiun Buka Pendaftaran Panwascam Bulan Depan

Dia menilai, pergeseran permainan sarung patut diluruskan. Pemerintah setempat perlu ambil sikap. Misalnya, lanjut dia, menelusuri sisik-melik permainan sarung sebagai suatu warisan budaya. ‘’Permainan sarung itu permainan rakyat,’’ jelasnya. (den/sat)

Terpopuler

Artikel Terbaru