NGAWI, Jawa Pos Radar Madiun – Pemkab Ngawi harus keluar duit banyak bila berniat mengelola situs sejarah rumah dr Radjiman Wedyodiningrat di Desa Kauman, Widodaren. Berkaca akuisisi aset Kawasan Kepatihan dari ahli warisnya pada 2016, pemkab merogoh dana Rp 16 miliar bersumber APBD.
Sebelum lanjut membangun pagar keliling senilai Rp 1 miliar tiga tahun berselang. Pengembangan minimalis itu diikuti pengusulan revitalisasi ke pemerintah pusat melalui proyek strategis nasional (PSN). ‘’Pengelolaan rumah dr Radjiman bisa dengan sistem tersebut, tapi ya butuh anggaran besar,’’ kata Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Ngawi Sumardi, Rabu (2/3).
Biaya mahal itu merujuk aturan main Peraturan Pemerintah (PP) 1/2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Skema pengalihan hak kepemilikan cagar budaya dari ahli waris antara lain dijual atau ganti rugi. ‘’Sementara ini fokusnya mengelola Benteng Van den Bosch dan merehabilitasi Kawasan Kepatihan,’’ ujarnya.
Kepala Dikbud Ngawi Sumarsono menambahkan, intervensi mengelola rumah dr Radjiman tidak serta-merta dilakukan. Kendati PP 1/2022 mengamanatkan sebuah cagar budaya punya rencana jangka panjang agar bermanfaat bagi masyarakat. Pun, demi keberlangsungan situs tersebut. ‘’Tapi, hingga kini belum ada surat penugasan dari pemilik sebagai pengelola sah rumah dr Radjiman,’’ ungkapnya.
Pemkab, lanjut dia, sebatas ingin berbagi pengelolaan. Supaya kediaman yang dibangun 81 tahun silam itu terkelola dengan baik. ‘’Komunikasi Pemdes Kauman dengan pemilik mengenai pengelolaan juga belum ada kepastian,’’ tandasnya. (sae/c1/cor/her)