NGAWI, Jawa Pos Radar Madiun – Penambahan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Selopuro yang mencapai 40 ton sehari menjadi sorotan DPRD Ngawi. Bila tidak segera ditemukan jalan keluar, wakil rakyat meyakini persoalan itu bakal menjadi ”bom waktu” pencemaran lingkungan. Sebab, kapasitas TPA Selopuro telah overload. ‘’Kalau tidak ditangani serius dapat memicu polusi udara di lingkungan TPA,’’ kata Ketua DPRD Ngawi Heru Kusnindar, Minggu (15/5).
Menurut Heru, penanggulangan produksi sampah yang tinggi menjadi perhatian bersama. Bukan hanya pemkab, melainkan juga pemerintah desa (pemdes) dan warga. Keterlibatan warga bisa dengan mengurangi sampah rumah tangga yang dibuang ke tempat penampungan sementara (TPS). Sebelum akhirnya dibawa ke TPA. ‘’Masyarakat harus berperan aktif,’’ ujarnya.
Warga diimbau mengurangi penggunaan plastik. Seperti ketika berbelanja atau membeli makanan-minuman kemasan sekali pakai. Sebab, sampah jenis itu paling dominan dibuang ke TPA. Selain sulit terurai, plastik juga dapat merusak lingkungan. Unsur zat kimianya dapat mencemari tanah serta air. ‘’Pemilahan sampah seyogianya dilakukan sejak dari rumah,’’ tuturnya.
Menurut Heru, pemdes punya peran krusial membentuk kesadaran warga perihal pemilahan sampah. Selain edukasi, masing-masing desa diharapkan memiliki bank sampah. Keberadaannya multiefek. Selain mereduksi sampah masuk TPA, masyarakat juga mendapatkan sejumlah keuntungan. ‘’Sampah organik diolah menjadi kompos, dan yang masih punya nilai ekonomis didaur ulang,’’ tutur politikus PDI Perjuangan tersebut. (sae/c1/cor/adv)