NGAWI, Jawa Pos Radar Madiun – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Ngawi buta ihwal angkutan antar-jemput siswa layanan lembaga pendidikan. Musyawarah kerja kepala (MKK) SMP maupun SD tidak meminta izin pelaksanaan layanan tersebut. ‘’Tidak perlu izin karena menjadi kebijakan masing-masing sekolah,’’ kata Kepala Dikbud Ngawi Sumarsono, Kamis (22/9).
Sumarsono segera berkomunikasi dengan dinas perhubungan (dishub) mengenai aktivitas angkutan gelap yang dipersoalkan Paguyuban Mikromini Lawu Indah. Puluhan anggota kelompok itu menggeruduk kantor dishub Senin (20/9). Keperluannya mendesak penertiban kendaraan berpelat hitam yang beralih fungsi menjadi angkutan umum. ‘’Kami perlu mencari tahu dulu persoalan di lapangan,’’ ujarnya.
Dia berpandangan bahwa layanan angkutan antar-jemput mandiri bisa jadi usulan siswa atau wali murid. Sebab, banyak peserta didik tingkat SMP yang tempat tinggalnya cukup jauh dari lokasi sekolahnya. Sementara mereka dilarang mengendarai kendaraan pribadi lantaran usianya belum 17 tahun. ‘’Karena kebutuhan transportasi umum sangat penting, mereka (siswa atau wali murid, Red) ingin fasilitas yang layak,’’ ucapnya.
Dikbud juga masih menunggu kelanjutan angkutan pelajar gratis yang dua tahun mandek. Program populis itu cukup membantu siswa dan wali murid. Selain menghemat biaya, juga menjamin keselamatan. ‘’Pihak sekolah juga dimudahkan,’’ kata Sumarsono.
Sekretaris Dishub Ngawi Nandang Hermayadi menyampaikan, dikbud diundang rapat besok (23/9). Pihaknya ingin menegaskan bahwa microbus berpelat hitam dilarang keras mengangkut penumpang. Sebagaimana aturan main Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ‘’Pembahasannya mencari jalan tengah agar layanan antar-jemput siswa bisa dikerjasamakan dengan pengusaha jasa angkutan umum,’’ tuturnya. (sae/c1/cor)