30.2 C
Madiun
Friday, June 2, 2023

Dinkes Teliti Sampel DBD

NGAWI – Wabah demam berdarah dengue (DBD) memunculkan tanda tanya besar. Kalangan medis saat ini tengah meneliti dugaan adanya mutasi gen nyamuk aedes aegypti (AE), penyebar virus DBD. Pun, dinas kesehatan (dinkes) telah melakukan pengambilan sampel untuk diujilaboratorium. ‘’Menindaklanjuti kasus pasien DBD yang meninggal dunia belakangan ini,’’ kata Kabid P2P Dinkes Ngawi Endah Pratiwi Jumat (24/5).

Diberitakan sebelumnya, sepanjang Januari-Mei 2019 ditemukan 1.006 kasus DBD. Dari jumlah itu, lima pasien meninggal dunia, kendati sudah mendapatkan perawatan medis. Dua di antarnya selama Mei. Ketidakmunculan tanda-tanda klasik DBD disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab pasien tidak tertolong. ‘’Kami sudah mendalami kasus ini. Ambil sampel, dan sekarang menungu hasil uji lab untuk  menentukan langkah selanjutnya,’’ terang Endah.

Apabila mutasi gen nyamuk AE benar-benar terjadi, Endah tidak menampik bahwa semua elemen masyarakat perlu menyikapi dengan serius. Sebab, dampak yang dimunculkan bakal mengkhawatirkan. Setelah mutasi gen, tubuh nyamuk akan menjadi lebih kecil.

Baca Juga :  Tiga Kendaraan Tabrakan Beruntun di Jalan Raya Ngawi-Solo

Selain itu, daya tampung menyimpang makanan (darah) semakin sedikit hingga membuat nyamuk lebih cepat lapar dan cepat mencari mangsa. ‘’Karena jadi lebih kecil, nyamuk akan lebih gesit. Jarak terbang juga menjadi semakin jauh,’’ ungkapnya.

Selain dugaan mutasi gen, sejumlah faktor lain ditengarai turut andil dalam perubahan perilaku nyamuk AE. Semakin panas cuaca, lanjut Endah, semakin cepat si pembunuh ini berkembang biak. Meningkatnya suhu membuat perubahan perilaku nyamuk menjadi lebih cepat kawin. ‘’Kesadaran warga menjaga kebersihan untuk mengantisipasi DBD juga perlu ditingkatkan,’’ paparnya.

Berdasarkan data yang didapat, kata Endah, kebanyakan pasien DBD meninggal di rumah sakit. Catatan tersebut juga menjadi perhatian dinkes. ‘’Apa inti kendalanya utama masih belum jelas. KDRS (kewaspadaan dini rumah sakit, Red) yang mestinya 1×24 dilaporkan ke kami, bisa sampai lebih dari satu bulan. KDRS itu penting untuk kami lakukan pemetaan, supaya bisa segera ditindaklanjuti seperti pelaksanaan fogging,’’ pungkasnya. (den/isd)

NGAWI – Wabah demam berdarah dengue (DBD) memunculkan tanda tanya besar. Kalangan medis saat ini tengah meneliti dugaan adanya mutasi gen nyamuk aedes aegypti (AE), penyebar virus DBD. Pun, dinas kesehatan (dinkes) telah melakukan pengambilan sampel untuk diujilaboratorium. ‘’Menindaklanjuti kasus pasien DBD yang meninggal dunia belakangan ini,’’ kata Kabid P2P Dinkes Ngawi Endah Pratiwi Jumat (24/5).

Diberitakan sebelumnya, sepanjang Januari-Mei 2019 ditemukan 1.006 kasus DBD. Dari jumlah itu, lima pasien meninggal dunia, kendati sudah mendapatkan perawatan medis. Dua di antarnya selama Mei. Ketidakmunculan tanda-tanda klasik DBD disebut-sebut sebagai salah satu faktor penyebab pasien tidak tertolong. ‘’Kami sudah mendalami kasus ini. Ambil sampel, dan sekarang menungu hasil uji lab untuk  menentukan langkah selanjutnya,’’ terang Endah.

Apabila mutasi gen nyamuk AE benar-benar terjadi, Endah tidak menampik bahwa semua elemen masyarakat perlu menyikapi dengan serius. Sebab, dampak yang dimunculkan bakal mengkhawatirkan. Setelah mutasi gen, tubuh nyamuk akan menjadi lebih kecil.

Baca Juga :  Cukupi Air Bersih Warga Warukkalong, Pemkab Ngawi Bakal Pasang SPAM

Selain itu, daya tampung menyimpang makanan (darah) semakin sedikit hingga membuat nyamuk lebih cepat lapar dan cepat mencari mangsa. ‘’Karena jadi lebih kecil, nyamuk akan lebih gesit. Jarak terbang juga menjadi semakin jauh,’’ ungkapnya.

Selain dugaan mutasi gen, sejumlah faktor lain ditengarai turut andil dalam perubahan perilaku nyamuk AE. Semakin panas cuaca, lanjut Endah, semakin cepat si pembunuh ini berkembang biak. Meningkatnya suhu membuat perubahan perilaku nyamuk menjadi lebih cepat kawin. ‘’Kesadaran warga menjaga kebersihan untuk mengantisipasi DBD juga perlu ditingkatkan,’’ paparnya.

Berdasarkan data yang didapat, kata Endah, kebanyakan pasien DBD meninggal di rumah sakit. Catatan tersebut juga menjadi perhatian dinkes. ‘’Apa inti kendalanya utama masih belum jelas. KDRS (kewaspadaan dini rumah sakit, Red) yang mestinya 1×24 dilaporkan ke kami, bisa sampai lebih dari satu bulan. KDRS itu penting untuk kami lakukan pemetaan, supaya bisa segera ditindaklanjuti seperti pelaksanaan fogging,’’ pungkasnya. (den/isd)

Terpopuler

Artikel Terbaru