NGAWI, Jawa Pos Radar Madiun – Perkara korupsi pengadaan lahan SMPN 1 Mantingan, Ngawi, sudah berkekuatan hukum tetap bulan lalu. Setelah Mahkamah Agung menolak pengajuan banding Hadi Suharto, mantan sekretaris dinas pendidikan dan kebudayaan (dikbud), atas putusan hakim Pengadilan Tipikor, Surabaya.
Akan tetapi, dikbud gamang menggunakan lahan hasil pengadaan 2017 silam itu. Lahan seluas dua jektare di Desa Sambirejo, Mantingan, itu rencananya untuk pembangunan gedung SMPN 1 Mantingan yang baru.
‘’Sudah inkrah, tapi masih belum ada keputusan lanjut tidaknya pembangunan,’’ kata Kepala Dikbud Ngawi Sumarsono, Kamis (24/11).
Lokasi lahan yang dipandang kurang strategis menjadi alasan dikbud pikir-pikir. Jaraknya dengan Jalan Raya Ngawi–Solo sekitar satu kilometer. Lahan itu masih berupa area persawahan.
Akses jalan menuju lokasi juga rusak parah. Bila memang harus menggunakannya, maka pemkab perlu melakukan banyak pembenahan terlebih dulu. Bisa dibilang merugi karena mengeluarkan uang tambahan. ‘’Harus memperbaiki jalan dan menguruk lahan sawah,’’ ujarnya.
Sumarsono menyampaikan opsi pengadaan lahan di lokasi lain. Namun, langkah tersebut membutuhkan kajian matang. Salah satunya berkonsultasi dengan aparat penegak hukum (APH).
Kendati proses pengadaan lahan sebelumnya berakhir di meja hijau, bukan berarti menggugurkan kegiatan pengadaannya. ‘’Yang ingin kami tanyakan adalah boleh tidaknya membeli tanah baru,’’ ucapnya.
Di sisi lain, dikbud juga akan berkomunikasi dengan Pesantren Modern Darussalam Gontor (PMDG). Lembaga itu merupakan pemilik lahan SMPN 1 Mantingan.
Keperluan komunikasi meminta tenggat waktu lebih lama untuk merelokasi para siswa, guru, dan fasilitas di dalamnya. ‘’Karena belum ada pengambilan keputusan untuk tahun depan,’’ ujar Sumarsono. (sae/cor)