PACITAN, Jawa Pos Radar Madiun – Perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan, Kelurahan Sidoarjo, Pacitan sudah di babak akhir. Senin (27/3) lalu, majelis hakim Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya resmi menjatuhkan vonis bagi dua terdakwa kasus tersebut.
Informasi yang dihimpun Jawa Pos Radar Pacitan, pada sidang putusan itu Pengadilan Tipikor mengganjar vonis berbeda. Yakni, terdakwa Mohammad Jasuli, dinyatakan bersalah dan dihukum penjara 3 tahun. Direktur CV Liga Utama selaku kontraktor proyek itu juga diwajibkan membayar denda Rp 50 juta, subsider 3 bulan kurungan. Termasuk, membayar uang pengganti Rp 1.89.900 subsider 1 tahun penjara.
Sementara terdakwa Warji, selaku konsultan pengawas divonis penjara 2 tahun, dan denda Rp 50 juta. Selanjutnya terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 146.427.962. Uang pengganti itu sudah dititipkan di Kejakasaan Negeri (Kejari) Pacitan beberapa waktu lalu. ‘’Keduanya divonis pasal 3 undang-undang tipikor,’’ ujar Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pacitan Ratno Timur Pasaribu kepada Jawa Pos Radar Pacitan, kemarin (29/3).
Dengan putusan itu, kata dia, kejaksaan memastikan bakal melakukan upaya banding. Sebab, vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Saat ini pihaknya tengah membuat nota pendapat tentang fakta persidangan silam. Sebelumnya terdakwa Jasuli dituntut enam tahun dan enam bulan penjara. Sedangkan terdakwa Warji lima tahun dan enam bulan penjara.
’’Kalau beda putusan dan tuntutan, itukan kewenangan hakim jadi majelis sudah melihat pasal mana yang pas dan bisa ditetapkan tapi kami tetap yakin pada pasal 2 UU Tipikor, karena itu kami banding,’’ tegasnya.
Disinggung potensi tersangka baru, Ratno mengamini hal tersebut bisa saja ditemukan dalam proses mendatang. Terlebih, kata dia, beberapa fakta baru terungkap dalam persidangan sebelumnya.
Rencananya dalam waktu dekat pihaknya bakal memanggil beberapa saksi-saksi lain yang berkaitan dengan kasus tersebut. Khususnya dari pihak pemerintahan, seperti pengguna anggaran (PA), kuasa pengguna anggrana (KPA), PPK, PPTK.
’’Kemungkinan karena kemarin dari pelaksana, nanti akan kami kembangkan ke pihak pemerintah, tapi kami masih nunggu surat perintah,’’ ungkapnya.
Diketahui, kasus tersebut berawal dari adanya pekerjaan pembangunan Pelabuhan Tamperan yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021 sebesar Rp 7.965.137.000.00, lalu dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur bersama penyedia jasa (CV Liga Utama) membuat perjanjian kontrak kerja.
Kemudian setelah berjalannya waktu yang telah disepakati 90 hari kalender atau sejak tanggal 16 September 2022 hingga 14 Desember 2021, penyedia jasa tidak mengerjakan sesuai kesepakatan yang telah ditentukan. Sehingga mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp 2.647.750.393.
Hingga batas waktu yang telah ditentukan pelaksanaan pekerjaan tersebut hanya mempunyai kemajuan progres realisasi 52,293 persen dari volume kontrak. Capaian progres realisasi 52,293 persen tidak sesuai dengan realisasi pekerjaan di lapangan. Konsultan pengawas dan kontraktor, bekerja sama memanipulasi data progres fisik. Hingga menimbulkan kerugian negara. (gen/ota)