23.2 C
Madiun
Saturday, March 25, 2023

Desa Duri Masih Krisis Air Bersih

PONOROGO – Masih ada desa krisis air bersih di Ponorogo meski telah memasuki musim penghujan. Yakni Desa Duri, Slahung. Hingga kini, warga setempat masih menggantungkan kiriman air bersih dari badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) setempat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Menurut Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Setyo Budiono, Desa Duri paling parah dilanda krisis air bersih tahun ini. Pihaknya harus menggelontor 11 tangki berkapasitas 6.000 liter air bersih dalam seminggu. Itu untuk mencukupi kebutuhan sekitar 200 jiwa atau 60 kepala keluarga. ‘’Hanya desa ini yang masih minta kiriman,’’ katanya kemarin (9/12).

Saat ini pihaknya mengirim satu tangki dalam seminggu. Sementara 19 desa lain yang tersebar di 10 kecamatan sudah tidak mengajukan lagi pengiriman air bersih. ‘’Jadi, meskipun memasuki musim penghujan, belum tentu sumber air di bawah tanah keluar,’’ ujar Budi.

Budi memprediksi dropping air bersih tetap dilakukan hingga pertengahan bulan ini. Itu pun tergantung curah hujan. Pun adanya embung tadah hujan di desa setempat. ‘’Saat ini di Desa Duri, Slahung, memang belum memiliki embung tadah hujan,’’ ungkapnya.

Baca Juga :  DAU Dipangkas Rp 135 M, DPRD Minta Pemkab Ponorogo Segera Sesuaikan R-APBD 2023

Karena itu, pembangunan embung tadah hujan di wilayah kekeringan perlu diperhatikan pihak terkait. Tujuannya, agar warga setempat dapat mencukupi kebutuhan air bersih. ‘’Keberadaan embung diharapkan juga dapat mengurangi perluasan wilayah terdampak kekeringan,’’ sambungnya.

Budi membeber, awal kemarau tahun ini, sekitar Juni, pihaknya memetakan ada tujuh desa yang kekeringan. Selang satu bulan, dampak kekeringan meluas hingga 11 desa. Memasuki September menjadi 20 desa yang tersebar di 10 kecamatan. ‘’Semakin meluas kekeringan, otomatis permintaan kiriman air bersih semakin bertambah. Itu berpengaruh pada anggaran,’’ tuturnya.

Akibatnya, anggaran tidak cukup untuk memenuhi kiriman air bersih. Terbukti, hingga pertengahan Oktober anggaran Rp 35 juta habis. Sementara itu, intensitas dropping air bersih semakin bertambah. ‘’Anggaran tersebut bersumber dari APBD,’’ tambahnya.

Untuk itu, pihaknya mengajukan permohonan ke pemprov. Anggaran Rp 83 juta dari provinsi digelontorkan untuk dropping air bersih. ‘’Kemarau tahun ini lebih parah dari sebelumnya. Saat ini memasuki musim penghujan, kami imbau warga untuk waspada jika terjadi hujan deras disertai angin kencang,’’ pintanya. (mg7/c1/sat)

PONOROGO – Masih ada desa krisis air bersih di Ponorogo meski telah memasuki musim penghujan. Yakni Desa Duri, Slahung. Hingga kini, warga setempat masih menggantungkan kiriman air bersih dari badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) setempat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Menurut Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Setyo Budiono, Desa Duri paling parah dilanda krisis air bersih tahun ini. Pihaknya harus menggelontor 11 tangki berkapasitas 6.000 liter air bersih dalam seminggu. Itu untuk mencukupi kebutuhan sekitar 200 jiwa atau 60 kepala keluarga. ‘’Hanya desa ini yang masih minta kiriman,’’ katanya kemarin (9/12).

Saat ini pihaknya mengirim satu tangki dalam seminggu. Sementara 19 desa lain yang tersebar di 10 kecamatan sudah tidak mengajukan lagi pengiriman air bersih. ‘’Jadi, meskipun memasuki musim penghujan, belum tentu sumber air di bawah tanah keluar,’’ ujar Budi.

Budi memprediksi dropping air bersih tetap dilakukan hingga pertengahan bulan ini. Itu pun tergantung curah hujan. Pun adanya embung tadah hujan di desa setempat. ‘’Saat ini di Desa Duri, Slahung, memang belum memiliki embung tadah hujan,’’ ungkapnya.

Baca Juga :  Tukang Becak Tewas di Depan Kantor BPJS Kesehatan

Karena itu, pembangunan embung tadah hujan di wilayah kekeringan perlu diperhatikan pihak terkait. Tujuannya, agar warga setempat dapat mencukupi kebutuhan air bersih. ‘’Keberadaan embung diharapkan juga dapat mengurangi perluasan wilayah terdampak kekeringan,’’ sambungnya.

Budi membeber, awal kemarau tahun ini, sekitar Juni, pihaknya memetakan ada tujuh desa yang kekeringan. Selang satu bulan, dampak kekeringan meluas hingga 11 desa. Memasuki September menjadi 20 desa yang tersebar di 10 kecamatan. ‘’Semakin meluas kekeringan, otomatis permintaan kiriman air bersih semakin bertambah. Itu berpengaruh pada anggaran,’’ tuturnya.

Akibatnya, anggaran tidak cukup untuk memenuhi kiriman air bersih. Terbukti, hingga pertengahan Oktober anggaran Rp 35 juta habis. Sementara itu, intensitas dropping air bersih semakin bertambah. ‘’Anggaran tersebut bersumber dari APBD,’’ tambahnya.

Untuk itu, pihaknya mengajukan permohonan ke pemprov. Anggaran Rp 83 juta dari provinsi digelontorkan untuk dropping air bersih. ‘’Kemarau tahun ini lebih parah dari sebelumnya. Saat ini memasuki musim penghujan, kami imbau warga untuk waspada jika terjadi hujan deras disertai angin kencang,’’ pintanya. (mg7/c1/sat)

Most Read

Artikel Terbaru