PONOROGO, Jawa Pos Radar Madiun – 700 meter jalan yang membentang dari selatan perempatan Pasar Legi hingga pertigaan Ngepos menyimpan sejarah panjang.
Meski telah berganti nama dan berubah wajahnya, akar historis jalan yang kini berjuluk HOS Cokroaminoto itu tetap tertancap kuat. Bertalian erat dengan sejarah panjang Ponorogo.
Transformasi paling baru ditandai di era kepemimpinan Bupati Sugiri Sancoko. Jalan sarat sejarah itu di-face off menjadi kawasan pedestrian pada 2021 silam. Anggarannya murni dari menghimpun corporate social responsibility (CSR) perusahaan maupun pengusaha swasta.
Perubahan nama jalan dari sebelumnya Soekarno-Hatta dibubuhkan lewat SK Bupati 188.45/2012/405.22/2019 tertanggal 5 Juli 2019 tentang Lokasi Penetapan Nama Jalan HOS Cokroaminoto.
Pemilihan namanya mempertimbangkan kiprah HOS Cokroaminoto. Pahlawan nasional keturunan Kiai Ageng Muhammad Besari itu dijuluki Belanda sebagai De Ongekroonde van Java atau raja Jawa tanpa mahkota.
Menengok lebih jauh ke belakang, beberapa sumber sejarah menyatakan bahwa jalan tersebut merupakan jalur perlintasan kereta api Ponorogo-Madiun yang dikenal istilah jalur selatan Jawa Timur. Jalur selatan itu dibuka pada 1907 silam dengan percabangan rel sepanjang 32 kilometer. Menghubungkan Ponorogo ke arah selatan (Slahung) dan barat (Badegan).
Selain jalur utama perlintasan kereta api, sepanjang jalan tersebut berdiri tempat-tempat bersejarah di Ponorogo. Rumah Raden Mas Tondo Winoto atau populer dipanggil Ndoro Tondo didirikan 1905 silam.
Rumah kuno di barat jalan itu masih berdiri kokoh sampai sekarang. Ke utara sedikit, ada Masjid Darul Hikmah atau Masjid Duwur dengan arsitektur khas Belanda yang diresmikan 1938 silam.
Gedung SMPN 1 Ponorogo dulunya juga merupakan Kantor Residen Madiun di Ponorogo. Bahkan, Sri Hartono dan Alip Sugianto, dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo dalam penelitiannya berjudul Menimbang Potensi Wisata Berbasis Sejarah Lokal di Kabupaten Ponorogo (2021), mencatat sedikitnya ada 42 residen yang bertugas di kantor tersebut sejak Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Ponorogo.
Bangunan Lembaga Pemasyarakatan (sekarang Rutan Kelas II B Ponorogo, Red) juga tak kalah tua. Catatan akademis yang sama mencatat gedung penjara itu dibangun sejak era Bupati Ponorogo Kota Tengah RM Tjokronegoro yang tidak lain merupakan kakek dari HOS Cokroaminoto pada 1837 silam. (kid/fin)
JALAN HOS COKROAMINOTO
1907
– Dibuka jalur perlintasan kereta api jalur selatan Jawa Timur
– Menghubungkan Madiun ke Ponorogo, selatan (Slahung), barat (Badegan)
1943
– Pada masa penjajahan Jepang membongkar jalur Ponorogo-Barat (Badegan)
– Potongan rel diangkut ke Myanmar dan Thailand untuk misi perang
2019
– Jalan yang semula bernama Jalan Soekarno-Hatta resmi berubah menjadi Jalan HOS Cokroaminoto
– Perubahan jalan mendasar SK Bupati Nomor 188.45/2012/405.22/2019 tertanggal 5 Juli 2019 tentang Lokasi Penetapan Nama Jalan HOS Cokroaminoto
2021
– Jalan HOS Cokroaminoto di-face off menjadi kawasan pedestrian
– Anggaran pembangunan penataan kawasan pedestrian berasal dari donasi perusahaan maupun pengusaha
BANGUNAN BERSEJARAH
Rumah Ndoro Tondo
– Didirikan tahun 1905
– Berlokasi di sebelah selatan Kantor Bank BRI Cabang Ponorogo
SMPN 1 Ponorogo
– Pada jamannya difungsikan sebagai Kantor Residen Madiun di Ponorogo
– Ada 42 residen yang bertugas di kantor tersebut sejak Belanda masuk ke Ponorogo
Rutan Kelas II B Ponorogo
– Didirikan tahun 1837
– Didirikan oleh Bupati Ponorogo Kota Tengah RM Tjokronegoro, kakek HOS Cokroaminoto
– Dahulu gedung ini dinamakan Lembaga Pemasyarakatan (LP)