PONOROGO, Jawa Pos Radar Ponorogo – Sebut nama Tegalsari. Dari desa di Kecamatan Jetis, Ponorogo, itu berawal sejarah panjang raja-raja Jawa. Di Tegalsari pula berada makam Kiai Ageng Muhammad Besari, mahaguru raja-raja Jawa. Di situ pula Masjid Tegalsari, peninggalan Kiai Ageng Muhammad Besari yang dibangun sekitar 1760 M lalu, masih berdiri tegak. “Setiap malam ganjil mendekati akhir bulan Ramadan, jamaah tumplek blek,’’ kata Kepala Desa Tegalsari Khoirul Huda, Minggu (24/10).
Tegalsari juga menyimpan kisah nyantri Kiai Ageng Muhammad Besari dan Kiai Nur Shodiq Al Hafidz, adiknya. Yakni, keberadaan Masjid Setono karena berada di Dukuh Setono. Di situ dulu berdiri pondok pesantren bernama Puro karena salah seorang pendirinya adalah Kiai Ageng Donopuro. ‘’Guru Kiai Ageng Muhammad Besari dan Kiai Nur Shodiq Al Hafidh,’’ terang Khoirul.
Kiai Ageng Muhammad Besari akhirnya banyak melahirkan ulama pendiri pondok pesantren di tanah Jawa. Kiai Ageng Donopuro, gurunya, dimakamkan di Dukuh Setono. Khoirul mengungkapkan bahwa Pemdes Tegalsari ingin membangun jembatan gantung tak seberapa jauh dari kompleks Masjid Tegalsari ke makam Kiai Ageng Donopuro. ‘’Terhalang sungai, belum banyak peziarah yang mengetahui adanya Masjid Setono dan makam gurunya Kiai Ageng Muhammad Besari,’’ ujarnya.
Pemdes Tegalsari ingin menggali potensi wisata religi itu. Perlu penataan parkir serta gerai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memenuhi kebutuhan peziarah. Khoirul juga berharap adanya pemandu wisata yang mampu menjelaskan sejarah masjid tertua di Ponorogo itu. ‘’Karena sejarah berdirinya pesantren-pesantren di Jawa bermula dari Tegalsari,’’ tuturnya. (fac/c1/hw)