PONOROGO – Ratusan penari meluapkan tarian di jalan, Senin (27/5). Lenggak-lenggok 200 jathilan itu menggugah kesadaran budaya warga di kota seni dan religi ini. Jalan Soekarno Hatta berubah menjadi lautan manusia. Sedari pukul 14.30 hingga menjelang waktu berbuka puasa, repertoar yang diawali jathil dan dilanjutkan pujangganong itu menyita perhatian pengendara. ‘’Pagelaran yang masuk tahun keempat ini wujud kampanye budaya,’’ tukas Yoshika, koordinator acara.
Repertoar ini lebih menampilkan tarian versi Ki Ageng Kutu atau yang lebih dikenal reyog obyokan. Versi ini cukup dibawakan bujangganong dan jathil. Tariannya disisipi gerakan jenaka. Beda versi dengan reyog bantarangin yang biasanya menampilkan personil lengkap. Mulai warok, barongan, jathil, bujangganong dan kelanasewandana. ‘’Kami ajak warga mencintai kebudayaanya,’’ tegasnya.
Persembahan seni ini juga untuk mendinginkan situasi politik pasca pemilihan presiden. Seniman Ponorogo yang cinta damai mengharapkan keutuhan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). ‘’Kami berupaya menjaga keutuhan negeri lewat tari,’’ tuturnya.
Dipungkasi bagi takjil dan buka bersama ratusan penari yang rela tampil tanpa imbalan. Semua berangkat dari besarnya rasa cinta terhadap Indonesia. Merawat silaturahmi lewat seni. ‘’Antusias masyarakat besar sekali. Semoga perhelatan di tahun depan lebih meriah,’’ ucapnya. (mg7/fin)