PONOROGO, Jawa Pos Radar Madiun – Alat pendeteksi dini atau early warning system (EWS) bencana di Ponorogo masihlah kurang. Dari 22 lokasi rawan longsor dan banjir, baru sembilan terpasangi EWS. ‘’Kebutuhan delapan EWS lagi untuk daerah rawan longsor dan lima untuk daerah rawan banjir,’’ kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Ponorogo Imam Basori, Selasa (30/11).
Padahal, sejumlah tempat yang belum terpasangi peranti deteksi dini itu berisiko bencana yang lumayan tinggi. Lokasi longsor di Dusun Tugunongko, Tugurejo, Slahung, beberapa hari lalu juga tanpa EWS. Pun, tujuh tempat lainnya yang rawan bencana longsor. Alat deteksi dini juga belum terpasang di sejumlah daerah rawan banjir. Seperti Desa Somoroto di Kecamatan Kauman, Desa Tegalsari (Jetis), Desa Wilangan (Sambit), Desa Tatung (Balong), dan Desa Duri di Slahung. ‘’Semua daerah rawan itu tarafnya waspada,’’ imbuh Imam yang bakal menjabat inspektur di kantor inspektorat.
Kesembilan EWS sengaja dipasang di daerah yang berpotensi bencana paling tinggi. Di antaranya, kawasan langganan bencana, sungai-sungai besar, dan sungai dengan debit air yang cenderung mudah meningkat. Alat pendeteksi dini itu masih berfungsi dengan baik. Kendati ada dua EWS yang sudah uzur karena pemakaian lebih dari lima tahun hingga perlu perbaikan berulang kali. ‘’Idealnya sudah harus ganti alat,’’ jelasnya.
Pun, ada alat manual berupa bambu menjulang yang digantungi bebunyian sebagai peringatan terjadinya bencana longsor. Bunyi kentongan selama ini juga efektif mengabarkan datangnya banir. Pun, pehobi radio amatir aktif menginformasikan ketinggian air sungai. (tr2/c1/hw/her)