26.9 C
Madiun
Sunday, June 11, 2023

Pedagang Datangi Kantor Desa Ngrupit, Tuntut Transparansi Retribusi Pasar Janti

PONOROGO, Jawa Pos Radar Madiun – Puluhan pedagang Pasar Janti nglurug Kantor Desa Ngrupit, Jenangan, kemarin (30/3). Mereka menuntut soal transparansi pendapatan retribusi pasar. Tapi, aksi itu disinyalir merupakan bagian dari protes lanjutan pedagang terkait rencana revitalisasi pasar oleh pemerintah desa (pemdes) setempat.

Koordinator pedagang Pasar Janti, Arif Wiyono menyebut, pendapatan retribusi pasar sebesar Rp 5 juta setahun terlampau kecil. Sebaliknya, dia memperkirakan potensinya bisa mencapai Rp 30 jutaan. Nilai tersebut dihitung berdasarkan sewa kios dan warung sebesar Rp 35 ribu per bulan dengan tambahan Rp 100 ribu per tahun. ‘’Perkiraan kami (pendapatan retribusi) mencapai Rp 30 juta lebih,’’ katanya.

Pihaknya menuntut masalah tersebut diusut tuntas. Karena diduga ada penyelewengan pendapatan retribusi pasar. Di sisi lain, pemdes juga dinilai kurang transparan dalam proses pembukuannya. ‘’Kami cari dari pengelola pasar dikumpulkan bukti. Kalau diselewengkan, tuntut hukum,’’ tegas Arif.

Sementara soal rencana pembongkaran pasar, Arif mengaku tidak mempersoalkannya. Asalkan wacana revitalisasi Pasar Janti dijelaskan secara rinci dan dapat memudahkan pedagang dalam berjualan. ‘’Tapi, yang paling penting menurut saya adalah transparansi terkait pemasukan Pasar Janti,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Kang Giri: Disangoni Keahlian, Biar Tidak Kumat

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Ngrupit Suherwan membantah tuduhan itu. Menurutnya, pendapatan retribusi Pasar Janti sebesar Rp 13,850 juta per tahun. Jumlah tersebut dikurangi Rp 7,2 juta untuk operasional dan honor petugas pasar. Sehingga pendapatan bersih yang masuk ke kas desa Rp 6,650 juta. ‘’Jadi, tidak benar kalau ada penyelewengan,’’ katanya.

Dia mengungkapkan, Pasar Janti terdiri dari 52 lapak. Namun, hanya 30-an lapak yang aktif difungsikan dengan besaran retribusi Rp 1.000 per hari. ‘’Jadi, pasar perlu direvitalisasi karena tidak layak untuk jual beli, sehingga waktunya ditata ulang. Selain itu, sudah bukan rahasia lagi kalau Pasar Janti (diduga) digunakan untuk prostitusi,’’ ungkap Suherwan.

Suherwan menjelaskan pasar itu rencananya direvitalisasi menjadi rest area. Kemudian warung-warung yang ada bakal dibongkar untuk dibangun 25 unit toko dan lapak pedagang kaki lima (PKL). ‘’Prioritasnya untuk pedagang yang asli warga Ngrupit. Saat ini, separo dari pedagang di pasar itu merupakan pendatang,’’ jelasnya. (kid/her)

PONOROGO, Jawa Pos Radar Madiun – Puluhan pedagang Pasar Janti nglurug Kantor Desa Ngrupit, Jenangan, kemarin (30/3). Mereka menuntut soal transparansi pendapatan retribusi pasar. Tapi, aksi itu disinyalir merupakan bagian dari protes lanjutan pedagang terkait rencana revitalisasi pasar oleh pemerintah desa (pemdes) setempat.

Koordinator pedagang Pasar Janti, Arif Wiyono menyebut, pendapatan retribusi pasar sebesar Rp 5 juta setahun terlampau kecil. Sebaliknya, dia memperkirakan potensinya bisa mencapai Rp 30 jutaan. Nilai tersebut dihitung berdasarkan sewa kios dan warung sebesar Rp 35 ribu per bulan dengan tambahan Rp 100 ribu per tahun. ‘’Perkiraan kami (pendapatan retribusi) mencapai Rp 30 juta lebih,’’ katanya.

Pihaknya menuntut masalah tersebut diusut tuntas. Karena diduga ada penyelewengan pendapatan retribusi pasar. Di sisi lain, pemdes juga dinilai kurang transparan dalam proses pembukuannya. ‘’Kami cari dari pengelola pasar dikumpulkan bukti. Kalau diselewengkan, tuntut hukum,’’ tegas Arif.

Sementara soal rencana pembongkaran pasar, Arif mengaku tidak mempersoalkannya. Asalkan wacana revitalisasi Pasar Janti dijelaskan secara rinci dan dapat memudahkan pedagang dalam berjualan. ‘’Tapi, yang paling penting menurut saya adalah transparansi terkait pemasukan Pasar Janti,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Kang Giri: Disangoni Keahlian, Biar Tidak Kumat

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Ngrupit Suherwan membantah tuduhan itu. Menurutnya, pendapatan retribusi Pasar Janti sebesar Rp 13,850 juta per tahun. Jumlah tersebut dikurangi Rp 7,2 juta untuk operasional dan honor petugas pasar. Sehingga pendapatan bersih yang masuk ke kas desa Rp 6,650 juta. ‘’Jadi, tidak benar kalau ada penyelewengan,’’ katanya.

Dia mengungkapkan, Pasar Janti terdiri dari 52 lapak. Namun, hanya 30-an lapak yang aktif difungsikan dengan besaran retribusi Rp 1.000 per hari. ‘’Jadi, pasar perlu direvitalisasi karena tidak layak untuk jual beli, sehingga waktunya ditata ulang. Selain itu, sudah bukan rahasia lagi kalau Pasar Janti (diduga) digunakan untuk prostitusi,’’ ungkap Suherwan.

Suherwan menjelaskan pasar itu rencananya direvitalisasi menjadi rest area. Kemudian warung-warung yang ada bakal dibongkar untuk dibangun 25 unit toko dan lapak pedagang kaki lima (PKL). ‘’Prioritasnya untuk pedagang yang asli warga Ngrupit. Saat ini, separo dari pedagang di pasar itu merupakan pendatang,’’ jelasnya. (kid/her)

Terpopuler

Artikel Terbaru