29.9 C
Madiun
Sunday, May 28, 2023

Menjaga Warisan Budaya Leluhur

PERGESERAN permainan tradisional ke game online dikhawatirkan membawa dampak buruk. Terutama dunia pendidikan karena mayoritas peminat permainan semacam PUBG adalah anak sekolah. Ririen Wardiani, dosen STKIP PGRI Ponorogo, melihat fenomena itu perlu mendapat perhatian khusus. ‘’Dampak buruk pada tumbuh kembang, kemampuan intelegensi, dan interaksi sosial,’’ beber Ririen yang juga pemerhati masalah anak ini.

Dia berpendapat fitur menarik nan modern-nya game online menjadi medan magnet kuat bagi anak-anak. Namun, para orang tua harus menimbang matang-matang efek negatifnya. Di antaranya lupa waktu, mudah kehilangan konsentrasi, kondisi kesehatan tidak fit, anti-sosial, terhambatnya perkembangan motorik, dampak radiasi, hingga otak keracunan. ‘’Kalau terus-menerus, sangat mungkin terjadi. Fakta ini yang harus dipikirkan bersama,’’ paparnya.

Pemerintah India mengambil kebijakan melarang game online seperti PUBG. Sebab dianggap mengancam generasi penerus negara itu. Bahkan, bagi yang nekat harus bersiap menghadapi jeratan hukum. Pekan lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengkaji PUBG sebagai permainan haram hingga mengundang beragam reaksi publik. Bagi Ririen, wacana fatwa itu patut dipertimbangkan. ‘’Upaya tersebut harus didukung bersama,’’ kata pemilik Rumah Belajar Racika ini.

Melestarikan kembali permainan tradisional menjadi salah satu langkah efektif menghentikan candunya game online. Bentuk konkretnya difasilitasi dunia pendidikan dalam muatan kurikulum. Pembelajaran menyenangkan yang dipadukan mata pelajaran (mapel) lain. Mengapa permainan tradisional? ‘’Banyak dampak positif bagi anak. Itu terus saya sampaikan di acara seminar,’’ ujar Ririen.

Baca Juga :  Local Hero Kalah dengan Superhero

Ada keunggulan permainan tradisional yang tidak bisa didapatkan dari game online. Dakon dan egrang sebagai contohnya. Kedua permainan itu memberi stimulus bagi anak berkebutuhan khusus. Juga sebagai media terapi. Sebab, dapat merangsang sensor motorik dan bahasa. ‘’Itu baru dakon dan egrang saja, belum yang lainnya,’’ sambungnya.

Juga kaya nilai dan kearifan lokal. Permainan tradisional mengasah empati, jiwa bersosial, dan kemampuan intelegensi. Yang terpenting, permainan tradisional adalah warisan leluhur yang menjadi bagian kebudayaan. Artinya, menjaga eksistensi permainan tradisional sama halnya menjaga warisan budaya leluhur. ‘’Di era saat ini memang menjadi tantangan,’’ ujarnya.

Lantas, bagaimana caranya agar permainan tradisional tetap eksis? Menggalakkan tripusat pendidikan. Yaitu, sekolah, rumah (orang tua), dan masyarakat. Peluang itu terbuka lantaran pendidikan keluarga ada dalam naungan Dirjen PAUD-DIKMAS. ‘’Saat ini yang dibutuhkan kesadaran untuk tetap konsisten menjaga nilai filosofi permainan tradisional,’’ tuturnya. (mg7/cor)

PERGESERAN permainan tradisional ke game online dikhawatirkan membawa dampak buruk. Terutama dunia pendidikan karena mayoritas peminat permainan semacam PUBG adalah anak sekolah. Ririen Wardiani, dosen STKIP PGRI Ponorogo, melihat fenomena itu perlu mendapat perhatian khusus. ‘’Dampak buruk pada tumbuh kembang, kemampuan intelegensi, dan interaksi sosial,’’ beber Ririen yang juga pemerhati masalah anak ini.

Dia berpendapat fitur menarik nan modern-nya game online menjadi medan magnet kuat bagi anak-anak. Namun, para orang tua harus menimbang matang-matang efek negatifnya. Di antaranya lupa waktu, mudah kehilangan konsentrasi, kondisi kesehatan tidak fit, anti-sosial, terhambatnya perkembangan motorik, dampak radiasi, hingga otak keracunan. ‘’Kalau terus-menerus, sangat mungkin terjadi. Fakta ini yang harus dipikirkan bersama,’’ paparnya.

Pemerintah India mengambil kebijakan melarang game online seperti PUBG. Sebab dianggap mengancam generasi penerus negara itu. Bahkan, bagi yang nekat harus bersiap menghadapi jeratan hukum. Pekan lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mengkaji PUBG sebagai permainan haram hingga mengundang beragam reaksi publik. Bagi Ririen, wacana fatwa itu patut dipertimbangkan. ‘’Upaya tersebut harus didukung bersama,’’ kata pemilik Rumah Belajar Racika ini.

Melestarikan kembali permainan tradisional menjadi salah satu langkah efektif menghentikan candunya game online. Bentuk konkretnya difasilitasi dunia pendidikan dalam muatan kurikulum. Pembelajaran menyenangkan yang dipadukan mata pelajaran (mapel) lain. Mengapa permainan tradisional? ‘’Banyak dampak positif bagi anak. Itu terus saya sampaikan di acara seminar,’’ ujar Ririen.

Baca Juga :  Inilah Gurunya Peternak Pemula di Dunia Maya

Ada keunggulan permainan tradisional yang tidak bisa didapatkan dari game online. Dakon dan egrang sebagai contohnya. Kedua permainan itu memberi stimulus bagi anak berkebutuhan khusus. Juga sebagai media terapi. Sebab, dapat merangsang sensor motorik dan bahasa. ‘’Itu baru dakon dan egrang saja, belum yang lainnya,’’ sambungnya.

Juga kaya nilai dan kearifan lokal. Permainan tradisional mengasah empati, jiwa bersosial, dan kemampuan intelegensi. Yang terpenting, permainan tradisional adalah warisan leluhur yang menjadi bagian kebudayaan. Artinya, menjaga eksistensi permainan tradisional sama halnya menjaga warisan budaya leluhur. ‘’Di era saat ini memang menjadi tantangan,’’ ujarnya.

Lantas, bagaimana caranya agar permainan tradisional tetap eksis? Menggalakkan tripusat pendidikan. Yaitu, sekolah, rumah (orang tua), dan masyarakat. Peluang itu terbuka lantaran pendidikan keluarga ada dalam naungan Dirjen PAUD-DIKMAS. ‘’Saat ini yang dibutuhkan kesadaran untuk tetap konsisten menjaga nilai filosofi permainan tradisional,’’ tuturnya. (mg7/cor)

Most Read

Artikel Terbaru