KOTA, Jawa Pos Radar Madiun – Tekanan dari dunia kerja dan besarnya harapan dari orang tua kian menambah berat hidup seseorang dalam mewujudkan mimpinya. Sang pemimpi juga harus beradaptasi dengan segala bentuk perubahan dalam hidup. Apa pun yang terjadi selalu berusaha maksimal mewujudkan mimpi. ”Relate banget dengan keadaan kita ini,” kata Alfrendhi Kurniawan Putra, gitaris Power of History.
Power of History terbentuk 2012 silam. Dalam perjalanannya, band ini kerap berganti personel. Pada 2019, Alfrendhi Kurniawan Putra memutuskan re-branding dengan lima personel. Selain dirinya sebagai gitaris, ada Sandoarta (vokal), Ahmad Fauzi Putra (gitar), Eza Ardizza (bass), dan Ardian Wahyu Damara (drum). Rata-rata berusia 21-25 tahun. ”Kami mengusung genre pop-punkthology,” ujarnya, Jumat (19/11).
Alfrendhi menyebut, pilihan nama bandnya juga tidak asal. Power of History dimaknai sebagai sikap pantang melupakan sejarah. Setiap karya yang ditelurkan band ini punya histori. ”Kami ingin terus berkarya sampai tua,” tutur musisi 25 tahun itu.
Band ini telah menelurkan beberapa single lengkap dengan klip videonya. Seperti Voyeik, Last Month of Meteorological Winter, Refleksi Metamorfosa, dan lain sebagainya. Selain di Madiun Raya, band ini kerap manggung di berbagai daerah. Mulai Nganjuk, Kediri, Bojonegoro, Malang, hingga Surabaya. ”Pas momen tur terkadang seminggu tidak pulang,” katanya.
Namun, sepanjang pandemi ini baru dua kali dapat manggung secara offline. Selebihnya virtual. Latihan sebulan sekali rutin dilakukan untuk melatih skill dan menjaga kebugaran. Sekaligus membangun chemistry antarpersonel. ”Kami ngeband serius tapi gak sepaneng (tidak tegang, Red). Tiap personel sudah tahu tanggung jawabnya masing-masing,” pungkasnya. (irs/fin/c1/her)