Tongkat komando Korem 081/Dhirotsaha Jaya Madiun per 27 Februari lalu resmi berpindah ke tangan Kolonel Inf Sugiyono. Sebelumnya, jebolan Akmil 1995 itu sempat terpilih sebagai dandim terbaik hingga mendapat pin emas dari Presiden Joko Widodo. Bagaimana perjalanan karirnya di dunia militer?
———-
MEMORI Kolonel Inf Sugiyono kembali ke pertengahan 2014 silam. Kala itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan para komandan korem (danrem) dan komandan kodim (dandim) saat apel di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Dalam kesempatan itu Jokowi meminta bantuan TNI merealisasikan program swasembada pangan. ‘’Presiden minta danrem dan dandim menginventarisasi infrastruktur bendungan dan saluran irigasi di wilayah masing-masing yang perlu diperbaiki,’’ kenang Sugiyono.
Mendengar permintaan khusus dari presiden tersebut, Sugiyono yang kala itu menjabat Dandim 0805/Ngawi tak ingin membuang-buang waktu. Begitu tiba kembali di tempat tugasnya, dia langsung mengumpulkan para komandan koramil (danramil) untuk menindaklanjuti pesan Jokowi.
‘’Para danramil saya beri waktu tiga hari untuk mengecek infrastruktur bendungan dan irigasi, kemudian dilaporkan ke presiden,’’ ujarnya.
Hasil pengecekan didapati beberapa titik bendungan, irigasi, dan lahan yang memiliki potensi bagus untuk pengembangan sektor pertanian. Salah satunya, Bendungan Budengan di Desa Legundi, Karangjati.
‘’Lalu, saya laporkan ke presiden melalui menteri pertanian saat itu. Alhasil, Bendungan Budengan direvitalisasi. Pada awal 2015, presiden meninjau langsung ke lokasi,’’ tutur pria 52 tahun itu.
Tak hanya itu, Sugiyono juga melaporkan adanya lahan yang sejatinya berpotensi menjadi lumbung pangan namun tidak berfungsi optimal. Lokasinya di Desa Keras, Ngawi. Pun, laporan tersebut mendapat respons presiden. Bersamaan kunjungan, Jokowi membagikan seribu unit hand tractor untuk mengubah lahan yang semula berupa lapangan menjadi sawah produktif.
Sugiyono bersama anggotanya juga mampu menciptakan sebuah inovasi dalam program swasembada pangan. Yakni, melalui metode tanam-panen dengan sistem salibu (salin ibu). Batang padi yang sudah siap panen dipotong dengan cara khusus.
Hasilnya, padi dapat dipanen sebanyak tiga kali dengan hasil berkali lipat. ‘’Batang padi harus dipotong dengan sabit yang tajam. Batang yang ditinggalkan tidak boleh rusak agar tumbuh tunas baru dan bisa dipanen kembali,’’ ungkapnya.
Berkat salibu pula Sugiyono diganjar pin emas dari presiden sebagai apresiasi atas dedikasi serta kerja keras pria kelahiran Pacitan tersebut dalam menjalankan tugas.
Jauh sebelum terjun di dunia militer, Sugiyono hanya seorang anak desa yang hidupnya jauh dari kata mewah. Pada 1990, dia mencoba mengikuti seleksi taruna Akabri, namun gagal. ‘’Kemudian, saya merantau ke Jakarta. Pada 1991 saya coba ikut seleksi masuk taruna lagi. Tapi, gagal lagi,’’ bebernya.
Lalu, Sugiyono merantau ke Bandung menjadi buruh pabrik. Di sela kesibukannya bekerja, bungsu dari sembilan bersaudara itu tak berhenti membekali diri untuk mengikuti seleksi taruna Akabri. Lari dan berenang menjadi rutinitasnya nyaris saban hari.
Satu tahun berselang, Sugiyono kembali mengikuti seleksi taruna Akabri. Kali ini membuahkan hasil. Dia lulus pada 1995 dengan pangkat letnan dua. ‘’Waktu itu dilantik Presiden Soeharto,’’ tuturnya. ‘’Alhamdulillah, sejak kecil saya memang bercita-cita jadi TNI,’’ imbuhnya.
Setelah malang melintang bertugas di berbagai daerah, per Februari lalu Sugiyono resmi menakhodai Korem 081/Dhirotsaha Jaya Madiun. Pun, dia mengusung program Mulih Ndesa Mbangun Desa. Ada sejumlah target yang bakal direalisasikan. Salah satunya menjaga ketahanan pangan.
Rencananya, Sugiyono bakal menjalin kerja sama dengan para petani pelestari hutan untuk mengoptimalkan lahan agar semakin produktif. Selain itu, dia concern pada penyediaan air bersih di wilayah terpencil. Termasuk di kampung halamannya, Pacitan. (ggi/isd)