Di lingkungan Universitas Merdeka Madiun, sosok Sigit Sapto Nugroho dikenal sebaggai dosen yang aktif menulis buku. Hingga saat ini, pria itu telah menghasilkan lebih dari 60 buku. Mengusung tema apa saja?
———-
AKTIVITAS Sigit Sapto Nugroho menulis buku muncul sejak pria yang kini berprofesi sebagai dosen itu kuliah. Namun, kala itu dia sekadar membukukan materi yang disampaikan dosen. ‘’Saya ketik ulang pakai komputer, lalu dicetak. Saat itu hanya saya jadikan modul untuk keperluan pribadi,’’ ungkapnya.
Pada 2015 Sigit bertemu teman yang juga memiliki usaha penerbitan di Solo. Dari situ dia berinisiatif membuat buku pengantar hukum adat. Sejak itu, satu per satu karyanya menyusul terbit. ‘’Awalnya saya hanya fokus pada buku bertopik hukum. Itupun hanya untuk kalangan mahasiswa saya,’’ kenang pria 47 tahun itu.
Belakangan, Sigit merambah buku bertema filsafat Jawa. Pun, menampilkan narasumber sejarawan atau ahli yang memahami betul soal budaya, mitos, dan kejawen. ‘’Saya biasa menulis malam hari,’’ ujar dekan Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun tersebut.
Hingga saat ini sudah lebih dari 60 buku yang telah diciptakan Sigit. Setiap buku rata-rata membutuhkan waktu pengerjaan sekitar satu bulan. ‘’Inspirasinya bisa datang dari mana saja. Dari radio atau saat ngopi di warung,’’ tuturnya sembari menyebutkan bahwa bukunya kini bisa dipesan di berbagai marketplace.
Yang membuat Sigit bangga, buku karyanya berjudul Madiun Kota Pendekar sempat diborong warga Malaysia dan Kanada dalam sebuah seminar internasional. ‘’Lebih dari 60 buku dibeli waktu itu,’’ beber Sigit.
Buku Madiun Kota Pendekar berisi fakta bahwa di Madiun terdapat 14 perguruan silat. Meski begitu, mereka mampu berkolaborasi. Pun, silat dipandang bisa dijadikan sebagai industri untuk menarik wisatawan. (mg4/isd)