MADIUN – Polisi akhirnya buka suara terkait penggerebekan pabrik minuman keras (miras) di Jalan Setiaki pada Jumat lalu (20/4). Sesuai penjelasan Kapolres Madiun Kota AKBP Nasrun Pasaribu saat rilis kemarin (21/4), minuman beralkohol (minol) dengan label Bourbon Whiskey itu sudah dipasarkan selama dua pekan terakhir. Omzetnya mencapai Rp 12 juta. ’’Pemasarannya di kota, Kabupaten Madiun, dan Ponorogo. Ini kami masih dalami peredaran di kafe dan warung,’’ tutur Nasrun.
Dia mengatakan, rata-rata satu botol miras dijual dengan harga Rp 150 ribu hingga Rp 225 ribu. Permintaan dari pasar juga terbilang lumayan. Lantaran miras dengan kandungan alkohol 35 persen itu terjual sekitar 60 botol setiap harinya. Dijelaskan, minol berbahan utama jagung itu sebelumnya melalui proses fermentasi selama tiga bulan. Sebelumnya, dilakukan beberapa kali uji coba juga di tempat produksi yang sama. ’’Kami cek, tidak berizin, makanya kami melakukan penyitaan semua alat dan segala bentuk yang berkaitan dengan proses produksi,’’ ujarnya.
Mantan Kasubdit II Ditreskrimum Polda Sumsel itu menyebutkan, total yang disita 20 barang bukti. Itu berupa tong plastik, saringan aluminium, dan panci presto (selengkapnya lihat grafis). Nasrun lantas membeber identitas pemilik tempat produksi minol ilegal itu. Dalam paparannya, bos dari pembuatan miras itu bernama Herry Sidharto. Dalam produksinya, Herry dibantuk empat karyawannya. ’’Kami tetapkan HS sebagai tersangka, sedangkan lainnya menjadi saksi,’’ jelasnya.
Dia mengatakan, miras yang diproduksi tergolong oplosan. Sebab, Herry dkk meracik sendiri. Semua bahan-bahan difermentasi dan diubah menjadi minol. Dengan kadar alkoholnya, sesuai yang tertera dalam kemasan adalah 35 persen. ’’Dilihat dari racikannya ini mengandung alkohol, etanol, dan methanol. Ini bisa berbahaya bagi masyarakat, apabila bahan-bahan ini digunakan berlebihan atau dicampur dengan bahan lain,’’ bebernya.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Madiun Kota AKP Logos Bintoro mengatakan, Herry dkk telah beroperasi selama tiga bulan. Diketahui jika dari proses fermentasi sampai penyulingan membutuhkan waktu yang lama. Setelah tiga bulan memproses bahan dasar menjadi minuman beralkohol, berlanjut pada pemasaran. ’’Kalau dipasarkan baru dua minggu ini,’’ terangnya.
Dijelaskan, Herry bakal dijerat dua pasal sekaligus. Yakni, pasal 204 KUHP tentang jual beli barang yang berbahaya dan mengancam kesehatan. Pasal ke-2, 140 KUHP tentang pangan, tentang memproduksi dan memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar pangan. ’’Ancaman hukumannya bisa dua tahun penjara,’’ jelas Logos.
Saat rilis kemarin, sempat dibawa di hadapan awak media pria bernama Asep. Perannya, Asep yang selama ini bertugas sebagai peracik. Pria asal Bandung itu kepada awak media menyebut bahan dasar minol yang diproduksi adalah nanas dan jagung. Karena nanas susah bahan bakunya, maka beralih ke jagung. Bahan dasar itu direbus. Untuk jagung dihaluskan menggunakan blender. Lalu dimasukkan ke dalam tong biru dicampur dengan air panas 15 liter. Lalu dicampur gula pasir dan ragi didiamkan selama dua minggu. ’’Ini bagian dari proses fermentasi,’’ papar Asep.
Dari fermentasi ini berlanjut pada proses destilasi atau penyulingan. Hasil fermentasi itu kemudian disaring dan hasil saringannya dimasukkan ke dalam panci presto. Untuk dipanaskan pada suhu 70 derajat Celsius selama 2-3 jam. Setelah dipanaskan, akan menghasilkan uap yang berubah menjadi cairan. ’’Dari penyulingan dipisahkan, 100 mililiter pertama diambil metanol, ganti toples kaca lagi untuk menyimpan kandungan etanolnya,’’ beber Asep.
Lalu, etanol itu dicampur dengan kopi untuk menyerap bau jagungnya. Kemudian, dicampur arang kayu eboni dan arang kayu durian untuk menyerap kotoran pewarna alami. Kemudian didiamkan selama dua bulan. Lalu disaring dan dituangkan ke dalam botol kemasan. (mg2/c1/ota)