SURABAYA, Jawa Pos Radar Madiun – Upaya ekspor minyak goreng (migor) secara ilegal ke Dili, Timor Leste berhasil digagalkan pihak Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Dari kegiatan tersebut, polisi bersinergi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Satgas Pangan.
Hasilnya sebanyak delapan kontainer dengan volume 81 ribu liter migor disita petugas di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya kemarin (12/5). Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pihak eksportir berusaha mengelabuhi petugas dengan tidak mencantumkan migor dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Veri Anggrijono menyebut, keberhasilan menggagalkan ekspor migor secara ilegal ini merupakan hasil koordinasi antarlembaga dalam menjalankan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). ‘’Kemendag bersama Satgas Pangan dan Ditjen Bea Cukai Kemenkeu akan menindak tegas setiap pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,’’ kata Veri.
Pria yang juga menjabat sebagai Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ini menambahkan, kemendag juga akan terus berkomitmen meningkatkan sinergi dan kerja sama antarlembaga dalam hal pengawasan serta penegakan hukum di bidang perdagangan.
‘’Kami mengucapkan terima kasih dan memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Kepolisian RI, Kejaksaan, dan Ditjen Bea Cukai dalam melakukan penegakan hukum di bidang perdagangan,’’ ujar Veri.
Berdasarkan Permendag 22/2022, minyak goreng telah ditetapkan sebagai barang yang dilarang untuk diekspor. Terhitung sejak 28 April lalu. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan sanksi sebagaimana diatur Pasal 112 Ayat (1) jo Pasal 51 Ayat (1) UU 7/2014 tentang perdagangan.
Sementara itu, Direktur Tertib Niaga Kemendag Sihard Hardjopan Pohan menyatakan, kontainer berisi migor yang diduga akan diekspor secara ilegal ke Timor Lester tersebut telah diamankan petugas. ‘’Pelaku usaha yang melanggar ekspor minyak goreng bisa dikenakan sanksi pidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 5 miliar,’’ terangnya. (her/*)