24.7 C
Madiun
Saturday, April 1, 2023

Pasar Berbudaya

SABTU (6/11) lalu Kota Madiun kedatangan ustad Wijayanto. Beliau ke Kota Madiun dalam rangka memberikan tausiyah saat tasyakuran dan silaturahmi ketua PN Kota Madiun. Saya berbincang cukup panjang bersama beliau. Bahkan, saya diberi oleh-oleh baju batik. Ustad nasional itu ternyata pernah ke Kota Madiun beberapa tahun yang lalu. Menurut beliau, Kota Madiun sudah ada banyak perubahan. Sekarang sudah lebih terang karena banyak nyala lampu. Bahkan, beliau menyebut Kota Madiun al munawwarah. Daerah yang diberikan cahaya wahyu Ilahi.

Ketua PN kita memang baru. Tetapi sejatinya orang lama. Ketua PN yang ini menjabat sebagai ketua PN Kabupaten Madiun sebelumnya. Seperti diketahui, PN Kota dan Kabupaten Madiun masih jadi satu tempat. Artinya, beliau ini sudah berkantor di Kota Madiun. Karenanya, beliau juga merasakan perubahan-perubahan. Terutama di sekitar kantor PN. Dulunya memang ada sebuah sungai kecil dan terlihat kumuh. Sekarang sudah lebih rapi. Sungai sudah kita tutup dengan box culvert. Atasnya, jadi pedestrian yang nyaman. Perubahan itu memang agar orang nyaman di kota kita. Mereka jadi betah berlama-lama dan yang terpenting mau kembali lagi.

Saya ingin menanamkan mindset itu kepada para pelaku usaha. Khususnya, para pedagang kecil. Berjualan memang tidak sekadar laku pada hari itu. Tetapi bagaimana pembeli mau kembali lagi. Saya tidak ingin sekadar memberi instruksi. Harus begini. Harus begitu. Biasanya, mereka akan patuh tetapi tidak lama. Beberapa hari tertib, setelahnya kembali pada kebiasaan semula. Yang semrawut dan kotor. Kalau seperti itu, orang jadi enggan datang lagi. Padahal, itu penting dalam dunia berdagang. Adanya pembeli yang jadi pelanggan.

Karenanya, saya ajak para pedagang pasar ini untuk melihat contohnya langsung. Saya ajak mereka ke Pasar Sindu dan Badung di Bali. Sebanyak 30 perwakilan pedagang dan PKL dari Kota Madiun saya minta untuk memperhatikan benar bagaimana sistem berdagang di sana. Pasar Sindu memang bersih dan rapi biarpun pasar tradisional. Pasar yang terletak di Danau Tamblingan Sanur, Denpasar, itu memang sudah terkenal akan kebersihannya. Bahkan, mencuri perhatian wisatawan asing. Usai berkunjung, saya sempatkan bertanya kepada para pedagang kita. Mereka menjawab nyaman dan betah.

Baca Juga :  Wali Kota Madiun Usulkan Perbaikan Ruas Rejo Agung-Te’an ke Pusat

Itu memang yang saya harapkan. Yang berjualan harus merasa seperti itu. Merasakan menjadi pengunjung. Harapannya, mereka bisa mengonsep tempat berjualannya seperti yang mereka rasakan. Rencananya, semua pasar tradisional di Kota Madiun akan seperti itu. Tentu saja bertahap. Mungkin akan kita mulai dari Pasar Sleko. Apalagi, Pasar Sleko sudah kita benahi tahun ini. Punya pujasera dan kios buah yang baru. Bersih dan rapi. Setelah kembali ditempati pedagang, kebersihan dan kerapiannya harus terus terjaga. Tidak ada lagi alasan. Apalagi, pedagangnya sudah kita tunjukkan contohnya langsung. Tidak sekadar diberi perintah lisan. Harapannya, mereka tersadar dengan sendirinya.

Ini bukan untuk pemerintah. Tetapi untuk mereka sendiri. Kalau banyak pelanggan, berarti banyak yang belanja. Pendapatan mereka meningkat dari sebelumnya. Tentu saja, perekonomian secara global juga turut meningkat. Perekonomian meningkat, maka kesejahteraan juga akan mengikuti. Ini sesuai dengan visi saya bersama Ibu Wakil Wali Kota ”Mewujudkan Kota Madiun yang Bersih Berwibawa Menuju Masyarakat Sejahtera”.

Mereka juga saya ajak ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku, Jimbaran. Tujuannya, untuk mempelajari proses pemilahan dan pengolahan sampah yang berlangsung di sana. Harapannya, inovasi serupa juga dapat diterapkan di Kota Madiun. Urusan sampah akan semakin efektif bila dikerjakan bersama. Bayangkan kalau sampah dari masyarakat itu sudah terpilah. Bukankah akan lebih cepat dalam pengolahannya? Pedagang juga begitu. Mereka termasuk penghasil sampah yang cukup besar. Pedagang harus bisa memilah sampahnya masing-masing. Kalau seperti itu, kota kita akan terjaga kebersihannya.

Masalah sampah ini penting. Sebab, produksi sampah biasanya juga meningkat seiring kemajuan daerah. Karenanya, perlu adanya kesadaran dari semua warga, termasuk pedagang. Kalau menjaga kebersihan sudah menjadi bagian dari budaya warga, saya rasa sampah ini bukan lagi jadi kendala. Semua itu bisa kita mulai dari pasar. Karena pasar kita, bukan pasar biasa. Pasar kita akan menjadi pasar berbudaya. Budaya kebersihannya. Budaya kerapiannya. (*)

* Penulis adalah Wali Kota Madiun Maidi

SABTU (6/11) lalu Kota Madiun kedatangan ustad Wijayanto. Beliau ke Kota Madiun dalam rangka memberikan tausiyah saat tasyakuran dan silaturahmi ketua PN Kota Madiun. Saya berbincang cukup panjang bersama beliau. Bahkan, saya diberi oleh-oleh baju batik. Ustad nasional itu ternyata pernah ke Kota Madiun beberapa tahun yang lalu. Menurut beliau, Kota Madiun sudah ada banyak perubahan. Sekarang sudah lebih terang karena banyak nyala lampu. Bahkan, beliau menyebut Kota Madiun al munawwarah. Daerah yang diberikan cahaya wahyu Ilahi.

Ketua PN kita memang baru. Tetapi sejatinya orang lama. Ketua PN yang ini menjabat sebagai ketua PN Kabupaten Madiun sebelumnya. Seperti diketahui, PN Kota dan Kabupaten Madiun masih jadi satu tempat. Artinya, beliau ini sudah berkantor di Kota Madiun. Karenanya, beliau juga merasakan perubahan-perubahan. Terutama di sekitar kantor PN. Dulunya memang ada sebuah sungai kecil dan terlihat kumuh. Sekarang sudah lebih rapi. Sungai sudah kita tutup dengan box culvert. Atasnya, jadi pedestrian yang nyaman. Perubahan itu memang agar orang nyaman di kota kita. Mereka jadi betah berlama-lama dan yang terpenting mau kembali lagi.

Saya ingin menanamkan mindset itu kepada para pelaku usaha. Khususnya, para pedagang kecil. Berjualan memang tidak sekadar laku pada hari itu. Tetapi bagaimana pembeli mau kembali lagi. Saya tidak ingin sekadar memberi instruksi. Harus begini. Harus begitu. Biasanya, mereka akan patuh tetapi tidak lama. Beberapa hari tertib, setelahnya kembali pada kebiasaan semula. Yang semrawut dan kotor. Kalau seperti itu, orang jadi enggan datang lagi. Padahal, itu penting dalam dunia berdagang. Adanya pembeli yang jadi pelanggan.

Karenanya, saya ajak para pedagang pasar ini untuk melihat contohnya langsung. Saya ajak mereka ke Pasar Sindu dan Badung di Bali. Sebanyak 30 perwakilan pedagang dan PKL dari Kota Madiun saya minta untuk memperhatikan benar bagaimana sistem berdagang di sana. Pasar Sindu memang bersih dan rapi biarpun pasar tradisional. Pasar yang terletak di Danau Tamblingan Sanur, Denpasar, itu memang sudah terkenal akan kebersihannya. Bahkan, mencuri perhatian wisatawan asing. Usai berkunjung, saya sempatkan bertanya kepada para pedagang kita. Mereka menjawab nyaman dan betah.

Baca Juga :  Tamu Internasional

Itu memang yang saya harapkan. Yang berjualan harus merasa seperti itu. Merasakan menjadi pengunjung. Harapannya, mereka bisa mengonsep tempat berjualannya seperti yang mereka rasakan. Rencananya, semua pasar tradisional di Kota Madiun akan seperti itu. Tentu saja bertahap. Mungkin akan kita mulai dari Pasar Sleko. Apalagi, Pasar Sleko sudah kita benahi tahun ini. Punya pujasera dan kios buah yang baru. Bersih dan rapi. Setelah kembali ditempati pedagang, kebersihan dan kerapiannya harus terus terjaga. Tidak ada lagi alasan. Apalagi, pedagangnya sudah kita tunjukkan contohnya langsung. Tidak sekadar diberi perintah lisan. Harapannya, mereka tersadar dengan sendirinya.

Ini bukan untuk pemerintah. Tetapi untuk mereka sendiri. Kalau banyak pelanggan, berarti banyak yang belanja. Pendapatan mereka meningkat dari sebelumnya. Tentu saja, perekonomian secara global juga turut meningkat. Perekonomian meningkat, maka kesejahteraan juga akan mengikuti. Ini sesuai dengan visi saya bersama Ibu Wakil Wali Kota ”Mewujudkan Kota Madiun yang Bersih Berwibawa Menuju Masyarakat Sejahtera”.

Mereka juga saya ajak ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku, Jimbaran. Tujuannya, untuk mempelajari proses pemilahan dan pengolahan sampah yang berlangsung di sana. Harapannya, inovasi serupa juga dapat diterapkan di Kota Madiun. Urusan sampah akan semakin efektif bila dikerjakan bersama. Bayangkan kalau sampah dari masyarakat itu sudah terpilah. Bukankah akan lebih cepat dalam pengolahannya? Pedagang juga begitu. Mereka termasuk penghasil sampah yang cukup besar. Pedagang harus bisa memilah sampahnya masing-masing. Kalau seperti itu, kota kita akan terjaga kebersihannya.

Masalah sampah ini penting. Sebab, produksi sampah biasanya juga meningkat seiring kemajuan daerah. Karenanya, perlu adanya kesadaran dari semua warga, termasuk pedagang. Kalau menjaga kebersihan sudah menjadi bagian dari budaya warga, saya rasa sampah ini bukan lagi jadi kendala. Semua itu bisa kita mulai dari pasar. Karena pasar kita, bukan pasar biasa. Pasar kita akan menjadi pasar berbudaya. Budaya kebersihannya. Budaya kerapiannya. (*)

* Penulis adalah Wali Kota Madiun Maidi

Most Read

Artikel Terbaru