Jawa Pos Radar Madiun – Ke Raudah dengan tasreh (surat izin) lebih bagus dibandingkan secara bebas. Sejumlah jemaah, khususnya yang berpostur kecil dan usia lanjut, sangat menyukainya. Sebab, sesama jemaah tak saling berebut mendapatkan tempat di Raudah. Berikut catatan H SOENARWOTO, pemimpin Ladima Tour & Travel.
Kini Raudah Perempuan Sejajar dengan Laki-Laki
‘’ALHAMDULILAH, tadi malam kami sudah ke Raudah. Bisa salat berkali-kali rakaat dan berdoa cukup lama,’’ ucap Hj Endang S. Atim, kepala Dinas Perekonomian, Perindustrian, dan UMKM Pacitan, penuh syukur dan gembira.
Hj Endang sudah lima kali pergi umrah dan haji. Pun selalu berusaha ke Raudah. ‘’Tapi, baru kali ini bisa beribadah dengan tenang,’’ imbuhnya.
Selama ini, butuh perjuangan untuk ke Raudah. Harus antre lama. Tapi, saat bisa masuk, tidak mendapat tempat salat yang leluasa. Berdesakan dan berimpitan.
Menjalankan salat tidak bisa tenang. Baru takbir, sudah didesak dan didorong jemaah lain. Sehingga, saat salat jadi sempoyongan, jauh dari khusyuk. Pun baru mulai berdoa sudah disuruh pindah oleh jemaah lain atau askar.
‘’Tadi malam suasananya jauh berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Raudah begitu longgar, tenang, tidak ada jemaah berdesakan dan berebut tempat. Alhamdulillah, ini mungkin juga berkahnya umrah bersama Ladima,’’ ujarnya dengan tersenyum.
Saat masuk Raudah dia sempat hendak berlari. Seperti biasa, adu cepat untuk mendapat tempat di Raudah. ‘’Mindset saya masuk Raudah masih seperti dulu. Begitu disuruh masuk Raudah, saya langsung lari,’’ jelas ibu dua putra itu.
Hj Arie Juwariah, owner Ladima Tour & Travel yang mendampinginya, tanggap dan langsung meraih tangannya. Endang diminta agar masuk dengan jalan pelan-pelan. Jemaah ke Raudah kini dibatasi jumlah dan jadwalnya. Jemaah yang boleh masuk harus membawa tasreh yang dikeluarkan muasasah.
‘’Saya suka dengan sistem tasreh ini. Sehingga, jemaah tidak semua bisa masuk Raudah. Mereka yang masuk sudah ditentukan nama dan waktunya,’’ kata Hj Endang yang ingin Umrah Plus Aqsa bersama Ladima.
Situasi yang sama dirasakan Sri Dewining, pemilik Catering Naura Kota Madiun. Dulu saat dia umrah tahun 2018, untuk bisa masuk Raudah harus antre lama. Sekarang jika sudah memegang tasreh, tinggal menunjukkan dan menunggu pemeriksaan askar atau petugas Masjid Nabawi. ‘’Sekarang masuknya lancar, tempat di Raudah longgar. Dulu saat di Raudah selalu terjadi keributan, sekarang tertib dan tenang,’’ katanya.
Raudah untuk jemaah perempuan pun kini lebih luas. Dulu hanya beberapa ruas di belakang jemaah laki-laki, yang batasnya disekat pagar terpal plastik. Kini, Raudah untuk jemaah perempuan sampai di depan, sederet dengan Mimbar Nabi. Ditambah dua petak.
Yakni, berada di antara pilar tiga (Tiang Taubah) dan pilar empat (Tiang Sarir), tiang lima (Tiang Haras/Penjaga) dan pilar enam (Tiang Wufud/Delegasi). Persisnya, sisi kiri dekat Makam Nabi, yang dulu selalu untuk jemaah laki-laki.
Ini menunjukkan bahwa kaum perempuan kini diberi hak yang sama dengan laki-laki. Kesetaraan gender kini memang sedang mengemuka di Saudi Arabia. Bukan hanya membolehkan penduduk perempuan keluar rumah untuk bekerja dan mengemudikan mobil, tapi jemaah perempuan juga diberi tempat di Raudah sejajar dengan kaum laki-laki.
Lebih dari itu, jemaah ibu-ibu kini senang dengan kondisi Raudah yang longgar. Terasa lebih tenang dan khusyuk. ‘’Saat salat dan berdoa di Raudah, saya tak bisa membendung air mata yang berderai. Tangis bahagia yang merasa dekat dengan Allah SWT dan baginda Rasul. Umrah kali ini saya puas sekali. Ingin rasanya jika punya rezeki, pergi umrah lagi sebelum pergi haji,’’ harapnya. ***(sat/c1)